Langsung ke konten utama

Lima



 semuanya adalah pita-pita yang ku ikat di pohon depan rumah seorang asing

 #1
Aku menggambar jejak dari bayanganmu yang tertinggal saat kau pamit pergi mengembara
                                Katamu Utara, mencari resah, mencari desah
Kutiupkan ruh pada jejak-jejak itu, sehingga aku tak bisa lagi melihat bahteramu, sungai yang melenyapkan aroma tubuhmu


#2
Aku menggambar harapan berdasarkan siluet tubuhmu, karena aku tahu tak ada doa yang lebih megah selain melihatmu pulang membawa daun kuning yang kau petik di tengah musim
Kubentuk angan-angan dari senyummu , lalu kukecupkan pada bibir-bibir asing
                                Aku selalu berharap kelak bibir-bibir itu berubah menjadi bibirmu, agar aku tak perlu lagi berebut mengecup bibirmu dengan angin pantaimu


#3
Tak ada yang kugenapi selain menara pasir yang kubangun di gigir pantai dimana kita pernah berbaring terlentang, menitipkan nama kita pada bintang-bintang
Tak ada yang kaugenapi selain mimpi-mimpi siang, dimana kulihat bibirmu beradu dengan waktu, melafalkan mantra-mantra penghapusanku
                                                                                                                        Surabaya, 4 Januari 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

On Clousure

Terkadang, sebuah hubungan hanya tidak berhasil, begitu saja. Tanpa kesalahan, tanpa penjelasan. Seperti kuntum-kuntum mawar yang tiba-tiba layu meskipun telah diusahakan begitu rupa. Kuntum-kuntum mawar telah dipupuk, disiram, dibelai dan dicintai setiap hari namun tetap saja mati. Sometimes, some people are lucky enough to get some clousure. Kalimat perpisahan yang menjadi titik pada kisah, yang kadang panjang kadang sekedarnya saja. Namun pada orang-orang yang kurang beruntung dalam berkisah cinta, kalimat penutup itu pun tak layak didapatkannya. Aku bisa dibilang salah satu dari ribuan ngengat-ngengat tak beruntung itu. Kalimat penutupan panjang mendayu-dayu, penjelasan permintaan pengertian, lalu pelukan pamitan, semua itu hanyalah angan semu yang hidup dalam imajinasi kami saja, ngengat-ngengat fakir cinta.  Jika waktunya tiba untuk memberi tanda titik pada sebuah hubungan dan aku tidak mendapatkannya, maka aku akan membuat ritual au revoir ku sendiri. Biasanya dimulai dengan...

Tentang Outta Box

Kau tahu sebuah kotak? Apa yang terjadi ketika kau masuk ke dalamnya? Gelap? Sempit? Atau mungkin kau merasa nyaman? Yang jelas,, aku tidak Aku benci terkotak-kotak. Dan orang-orang yang membuat kotak. Yah, yang jelas Tuhan juga tidak suka kotak. Dia membuat dunia ini bundar, bukan? Kau tau kenapa aku tidak suka kotak? Karena ketika kita menciptakan sudut, kita sebenarnya sedang membuat penjara bagi diri kita sendiri, dan juga orang-orang yang berada di dalam kotak bersama kita. Semoga kelak, aku bisa benar-benar keluar dari kotak.

Setoran Hari Raya

Hari Raya memang hanya setahun sekali, tapi sesak yang dibawanya bisa terasa hingga hari raya berikutnya. Hari Raya adalah saat dimana kita hanya dihadapkan pada dua pilihan, setor prestasi atau mati. Aku ingat, hari raya beberapa tahun lalu, saat aku dan sepupu-sepupu masih duduk di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah. Kala itu, prestasi seorang bocah diukur dari urutan nilai-nilai mata pelajarannya di kelas. Tak ada yang mengukur prestasinya dari seberapa banyak buku yang dibacanya atau seberapa banyak ia membantu orangtuanya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan muka orangtua adalah dengan ranking dan nilai rapor. Ada jalan lain untuk menyelamatkan muka jika prestasimu sedang tidak bagus ketika sedang di-hisab di hari raya. Mengemis pemakluman. Seperti yang kulakukan sekali dulu, diwaktu hari raya saat aku duduk di tahun pertama Sekolah Menengah. Aku tak bernafsu bercerita panjang lebar mengenai hal ini, mengenai caraku mengemis pemakluman. Singkatnya, aku berkata bahwa aku se...