Langsung ke konten utama

Janji yang Tidak (mungkin) Ditepati

Tentang Janji

Dalam hidup, kita sering membuat janji dengan berbagai latar belakang dan alasan. Kadang untuk alasan yang tulus, kadang untuk memanipulasi keadaan. Kadang dilakukan dengan penuh tekad, kadang hanya seperempat hati. Kadang pula terucap hanya demi melihat seulas senyum atau secercah harapan di mata orang yang kita kasihi. Kadang janji-janji itu masuk akal dan mudah dipenuhi, kadang lebih rumit saat kuasa untuk menepati janji itu sesungguhnya bukan milik kita.

Misalnya, janji untuk tak akan pernah meninggalkan ia yang tercinta. Atau ia yang mencintai kita. Itu adalah tipe janji yang bukan kekuasaan kita seorang untuk memenuhinya.

Janji untuk selalu membahagiakan, janji untuk menyempurnakan, janji untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil agar tak menjadi besar, janji untuk selalu ada saat ia butuh, janji untuk menjadi tempat sandaran yang terucap karena belas kasihan sebagai sesama manusia.

Menurut saya, janji-janji semacam inilah yang sebaiknya tidak diucapkan. Bagaimana mungkin seseorang menjanjikan masa depan ketika ia sendiri belum tentu akan masih bisa menemui mentari esok hari? Bagaimana mungkin seseorang menjamin kebahagiaan orang lain ketika ia sendiri belum tentu esok bisa berbahagia?

Maka, demi ia yang kau kasihi, tahanlah lidahmu agar tak justru menjadi pedang yang menguliti hati terkasih. Demi keinginanmu untuk membahagiakannya, maka tahanlah dirimu untuk tak mengucapkan janji atas kebahagiaannya. Lihatlah, ia semula baik-baik saja tanpamu. Ia mulanya bahagia dengan dirinya sendiri sampai kamu kemudian berjanji untuk membahagiakannya. Lalu ia mulai menggantungkan kebahagiaan nya padamu. Mulai tidak bahagia jika tak ada kamu. Mulai tak mau bernafas tanpamu.

Seteguh-teguhnya janji sesungguhnya adalah janji yang tidak terucap, namun terpatri di dalam hati. Janji untuk tak meninggalkan yang diwujudkan dengan kesetiaan, bukan hanya dengan kata-kata indah. Jika kau berjanji dengan hatimu untuk tak bergeming meskipun bumi terbelah, maka kau tak akan goyah seperti halnya jika kau berjanji dengan kata-katamu.

Seteguh-teguhnya janji adalah janjimu kepada dirimu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Outta Box

Kau tahu sebuah kotak? Apa yang terjadi ketika kau masuk ke dalamnya? Gelap? Sempit? Atau mungkin kau merasa nyaman? Yang jelas,, aku tidak Aku benci terkotak-kotak. Dan orang-orang yang membuat kotak. Yah, yang jelas Tuhan juga tidak suka kotak. Dia membuat dunia ini bundar, bukan? Kau tau kenapa aku tidak suka kotak? Karena ketika kita menciptakan sudut, kita sebenarnya sedang membuat penjara bagi diri kita sendiri, dan juga orang-orang yang berada di dalam kotak bersama kita. Semoga kelak, aku bisa benar-benar keluar dari kotak.

Setoran Hari Raya

Hari Raya memang hanya setahun sekali, tapi sesak yang dibawanya bisa terasa hingga hari raya berikutnya. Hari Raya adalah saat dimana kita hanya dihadapkan pada dua pilihan, setor prestasi atau mati. Aku ingat, hari raya beberapa tahun lalu, saat aku dan sepupu-sepupu masih duduk di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah. Kala itu, prestasi seorang bocah diukur dari urutan nilai-nilai mata pelajarannya di kelas. Tak ada yang mengukur prestasinya dari seberapa banyak buku yang dibacanya atau seberapa banyak ia membantu orangtuanya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan muka orangtua adalah dengan ranking dan nilai rapor. Ada jalan lain untuk menyelamatkan muka jika prestasimu sedang tidak bagus ketika sedang di-hisab di hari raya. Mengemis pemakluman. Seperti yang kulakukan sekali dulu, diwaktu hari raya saat aku duduk di tahun pertama Sekolah Menengah. Aku tak bernafsu bercerita panjang lebar mengenai hal ini, mengenai caraku mengemis pemakluman. Singkatnya, aku berkata bahwa aku se...