Langsung ke konten utama

Daftar Kesedihan

Beberapa waktu belakangan ini, saya sering tiba-tiba merasa sedih. Parahnya, beberapa kesedihan tidak dapat saya pahami. Mungkin dengan menuliskan dan membuat daftarnya saya bisa setidaknya memahami hati sendiri. Maka maafkan, jika post kali ini sendu mendayu-dayu macam lagu melayu.


However, here we go

1. Sedih karena kuliah nggak selesai-selesai. Saya bahkan bingung harus mulai darimana. Mau begini tak enak, begitu tak nyaman. Maksudnya, mau ketemu dosen sungkan, tak mau bertemu tapi butuh bantuan.

2. Sedih karena mama diteror orang-orang dengan pertanyaan: Kapan mbak Intan nikah?. Ah kampretlah. Kalau pengen saya nikah, duhai ibu-ibu dan bapak-bapak yang budiman, bawakanlah saya lelaki mapan seiman sayang keluarga dan mau menerima saya apa adanya. Hari itu juga nikah ayo aja. Kampret. Hush.

3. Sedih karena seseorang yang tiba-tiba datang, tiba-tiba menghilang. Ah tapi inipun kesedihan yang sudah begitu saya hafal. Saya hanya berekspektasi terlalu tinggi kali ini. Saya kira seseorang yang datang itu berbeda dengan seseorang yang dulu pernah datang kemudian hilang. Tapi ternyata sama saja. Sebelas duabelas. Ibaratnya mas A dan mas A.1. Birds with same feathers flock together. Alahwestalah.

4. Sedih karena pekerjaan sekarang tidak terasa seperti dulu lagi. Banyak dokumennya sedikit kopinya. Banyak dramanya. Banyak berantemnya. Banyak menusuk-dari-belakangnya. Sedih sekali mengetahui bahwa dunia sedang krisis orang baik, dan kaum medioker merajalela.

5. Sedih mengetahui bahwa ternyata saya kakean sambat. Saya selalu menekankan bahwa saya orang yang kuat. Seterong. Wonder Woman. E tapi ternyata ya cuma woman, gak ada wonder nya. Banyak perempuan diluar sana yang jauh lebih pintar dan juga banyak sekali yang menjalani kehidupan yang lebih berat tanpa sambat.

Setelah saya pikir-pikir sambil menelaah Lima daftar tadi, saya sedikit banyak memahami apa yang saya sedihkan beberapa waktu ini.

I loose myself.

Saya sedang tidak mengenali diri sendiri. Saya sedang tidak tahu apa yang saya mau dan butuh. Saya sedang tidak mengenal diri saya sendiri sehingga tidak tahu langkah apa yang harus saya ambil esok hari.

Mengerikan.

Semoga saya lekas dapat pencerahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

On Clousure

Terkadang, sebuah hubungan hanya tidak berhasil, begitu saja. Tanpa kesalahan, tanpa penjelasan. Seperti kuntum-kuntum mawar yang tiba-tiba layu meskipun telah diusahakan begitu rupa. Kuntum-kuntum mawar telah dipupuk, disiram, dibelai dan dicintai setiap hari namun tetap saja mati. Sometimes, some people are lucky enough to get some clousure. Kalimat perpisahan yang menjadi titik pada kisah, yang kadang panjang kadang sekedarnya saja. Namun pada orang-orang yang kurang beruntung dalam berkisah cinta, kalimat penutup itu pun tak layak didapatkannya. Aku bisa dibilang salah satu dari ribuan ngengat-ngengat tak beruntung itu. Kalimat penutupan panjang mendayu-dayu, penjelasan permintaan pengertian, lalu pelukan pamitan, semua itu hanyalah angan semu yang hidup dalam imajinasi kami saja, ngengat-ngengat fakir cinta.  Jika waktunya tiba untuk memberi tanda titik pada sebuah hubungan dan aku tidak mendapatkannya, maka aku akan membuat ritual au revoir ku sendiri. Biasanya dimulai dengan...

Tentang Outta Box

Kau tahu sebuah kotak? Apa yang terjadi ketika kau masuk ke dalamnya? Gelap? Sempit? Atau mungkin kau merasa nyaman? Yang jelas,, aku tidak Aku benci terkotak-kotak. Dan orang-orang yang membuat kotak. Yah, yang jelas Tuhan juga tidak suka kotak. Dia membuat dunia ini bundar, bukan? Kau tau kenapa aku tidak suka kotak? Karena ketika kita menciptakan sudut, kita sebenarnya sedang membuat penjara bagi diri kita sendiri, dan juga orang-orang yang berada di dalam kotak bersama kita. Semoga kelak, aku bisa benar-benar keluar dari kotak.

Setoran Hari Raya

Hari Raya memang hanya setahun sekali, tapi sesak yang dibawanya bisa terasa hingga hari raya berikutnya. Hari Raya adalah saat dimana kita hanya dihadapkan pada dua pilihan, setor prestasi atau mati. Aku ingat, hari raya beberapa tahun lalu, saat aku dan sepupu-sepupu masih duduk di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah. Kala itu, prestasi seorang bocah diukur dari urutan nilai-nilai mata pelajarannya di kelas. Tak ada yang mengukur prestasinya dari seberapa banyak buku yang dibacanya atau seberapa banyak ia membantu orangtuanya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan muka orangtua adalah dengan ranking dan nilai rapor. Ada jalan lain untuk menyelamatkan muka jika prestasimu sedang tidak bagus ketika sedang di-hisab di hari raya. Mengemis pemakluman. Seperti yang kulakukan sekali dulu, diwaktu hari raya saat aku duduk di tahun pertama Sekolah Menengah. Aku tak bernafsu bercerita panjang lebar mengenai hal ini, mengenai caraku mengemis pemakluman. Singkatnya, aku berkata bahwa aku se...